Links Between Hustle Culture and The Industry Revolution (Is It True?)

Hi SobFOS atau lebih lengkapnya SobatFOSCA, balik lagi di daily article FOSCA. Hari ini topiknya cukup englishify banget ya hehe, tapi tenang, dibalik judul diatas, ada makna yang amat penting dalam kehidupan kerja buruh kita, mau di Nusantara maupun Internasional. Yups, hari ini kita mau membicarakan bagaimana sesuatu yang berlebihan (walaupun dalam notabene positif) itu tetap saja bukan suatu hal yang selalu bisa dibilang baik. So, let’s jump to our first section of the content, “What is HC (Hustle Culture) and IR (Industry Revolution)?”

Introduction to HC and IR

Hustle Culture atau HC sendiri merupakan aktivitas mendorong seseorang agar dapat bergerak lebih cepat secara agresif. Secara sederhana hustle culture berarti sebuah budaya yang membuat orang-orang bergerak lebih cepat atau agresif, dalam hal ini soal budaya kerja.

Jadi  HC ini sendiri merupakan budaya negatif yang tumbuh di lingkungan dengan tingkat kerja yang tinggi yang mengakibatkan subjek di dalamnya ikut terpengaruh untuk bekerja dengan kemampuan atau waktu yang tidak wajar (diatas standar). Tentunya, budaya seperti ini bisa membawa berbagai penyakit ke kehidupan baik dalam aspek kesehatan, sosial maupun moral.

Nah, sedangkan Industry Revolution atau IR sendiri merupakan masa dimana pekerjaan manusia di berbagai bidang mulai digantikan oleh mesin. Revolusi Industri dimulai dari Britania Raya dan kemudian menyebar ke seluruh Eropa Barat, Amerika Utara, Jepang, dan menyebar ke seluruh dunia. Revolusi ini sudah dimulai pada kisaran tahun 1760-1850.

The effect of HC on daily life and how IR can cause it

Oh ya SobFOS, yang sudah kita pelajari dari pemaparan tadi sesungguhnya banyak dampak negatif dari budaya kerja terlalu keras (HC) yang dapat membawa efek samping buruk ke pribadi masing-masing. Lantas, mengapa mimin mengkorelasikannya dengan revolusi industri, terutama versi baru ini yang mengikuti progresif jaman?

Dikutip dari Hustle Culture and the Implications for Our Workforce by Arianna Balkeran CUNY Bernard M Baruch College dengan penerjemahan seperlunya dikatakan “Bisa dibilang, budaya hustle culture sudah hadir sejak sebelum undang-undang keselamatan kerja yang dibawa oleh Revolusi Industri untuk mengekang eksploitasi pekerja dan pekerja anak yang tunduk pada kondisi kerja yang tidak manusiawi termasuk lingkungan kerja yang berbahaya, upah rendah, dan jam kerja yang panjang. 

Perbedaan generasi sekarang yang memungkinkan budaya hustle culture diterima dari jauh sebagai gaya hidup, adalah persepsi budaya hustle culture dalam sosio-masyarakat kita, terutama menjadi branding diri. Sekitar 45 persen tenaga kerja memposting tentang “kerja glamor” mereka di media sosial sebagai sinyal menjadi karyawan yang berdedikasi dan berkomitmen (Robinson, 2019). Namun, beberapa karyawan mungkin tidak dilengkapi dengan bandwidth fisik atau emosional untuk mempertahankan tekanan akibat budaya hustle culture, yang kemudian menyebabkan kelelahan karyawan

Sebagai contoh, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sekarang mengklasifikasikan burnout sebagai “fenomena pekerjaan” sebagai akibat dari tidak dapat menghargai masukan dan pencapaian pekerjaan seseorang (Wilkie, 2019). Kelelahan karyawan kemudian secara psikologis memposisikan karyawan untuk terus berusaha berbuat lebih banyak dan menciptakan gaya hidup yang “always-on” (Morgan, 2016).”

Nah, dari pemaparan diatas bahwasannya “ingin terlihat berdedikasi dan berkomitmen” menjadi salah satu penyebab mengapa hustle culture ini bisa terjadi. Dalam praktik lapangannya, hustle culture ini sendiri semakin tergalakkan akibat revolusi industri 4.0 yang memudahkan masyarakat bekerja dengan mobilitas yang tinggi. Hal tersebut membuat waktu kerja yang menyesuaikan perjanjian menjadi diluar jadwal, mengakibatkan efek samping burnout yang sesuai di penjelasan diatas.

Tetapi SobFOS, revolusi industri tidak bisa dilihat dari aspek negatif yang bersifat hanya condong ke satu hal ini saja, revolusi industri dapat membawa ke titik cerah bagi progres kehidupan sosio-budaya masyarakat kita. Ambil contoh freelancer, IR 4.0 memudahkan para freelancer ini bekerja dengan mobilitas tinggi dan mencari projek sebanyak dan semudah mungkin dengan sokongan kemudahan teknologi modern.

How to break free from HC in today modern era

Jawaban dari judul kita diatas sebenarnya cukup mudah loh gais, dilansir dari sampoernauniversity.ac.id ada beberapa cara agar kita bisa unbonding dari muslihat hustle culture loh gais, caranya seperti dibawah ini:

  • Hindari Membandingkan Diri

Social Comparation sudah menjadi hal yang terlalu marak diantara kita, dengan kita melakukan aktivitas menganalisis dan membandingkan dengan orang lain, membuat self efficacy kita menjadi negatif, ada langkah baiknya fokus pada perkembangan diri dan mencari “the better you”.

  • Cari Hobi di Luar Pekerjaan

Kerjaan menumpuk membuat akal dan jiwa sama-sama terbebani, dengan kamu memiliki kegiatan yang memberi tambahan serotonin diluar aktivitas utama kerjamu, dapat membuat badanmu lebih mengapresiasi terhadap perubahan positif dan membawamu ke posisi akal yang lebih baik.

  • Tahu Batasan Diri

Tidak semua manusia dilahirkan dari rahim yang sama, kita beragam dengan keunggulan masing-masing, jangan melampaui batas dalam mengejar hal apapun dan tetap sesuai dengan target yang sehat.

Source:

https://www.sampoernauniversity.ac.id/id/budaya-hustle-culture/

https://academicworks.cuny.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1100&context=bb_etds
https://en.wikipedia.org/wiki/Industrial_Revolution

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top