Down syndrome adalah kelainan genetik yang menyebabkan penderitanya memiliki tingkat kecerdasan yang rendah dan kelainan fisik yang khas. Hal ini terjadi pada anak yang dilahirkan dengan kromosom yang berlebih atau kromosom ke-21. Gangguan ini disebut juga dengan trisomi 21 dan dapat menyebabkan seorang anak mengalami keterlambatan dalam perkembangan fisik dan mental, bahkan kecacatan.
Down Syndrome ini terjadi dikarenakan kesalahan pembelahan sel yang terjadi pada saat embrio yang disebut “nondisjunction” embrio yang biasanya mengahsilkan 2 salinan kromosom 21, justru menghasilkan 3 salinan kromosom 21. Akibat dari hal ini, bayi menjadi memiliki 47 kromosom bukan 46 kromosom seperti pada normalnya. Jumlah yang berlebihan tersebut mengakibatkan kegoncangan pada sistem metabolisme sel, yang akhirnya memunculkan down syndrome.
Kromosom ekstra tersebut menyebabkan jumlah protein tertentu juga berlebih sehingga mengganggu pertumbuhan normal dari tubuh dan menyebabkan perubahan perkembangan otak yang sudah tertata sebelumnya. Selain itu, kelainan tersebut dapat menyebabkan keterlambatan perkembangan fisik, ketidakmampuan belajar, penyakit jantung, bahkan kanker darah/leukemia.
Tanda yang paling khas pada anak yang mengalami down syndrome adalah adanya keterbelakangan perkembangan mental dan fisik. Penderita down syndrome biasanya mempunyai tubuh pendek lengan atau kaki kadang-kadang bengkok, kepala lebar, wajah membulat, mulut selalu terbuka, ujung lidah besar, hidung lebar dan datar, kelopak mata mempunyai lipatan epikantus sehingga mirip dengan orang oriental, iris mata kadang-kadang berbintik yang disebut bintik “Brushfield” (Alwi, 2013).
Ciri lainnya antara lain jarak yang berlebihan antara jempol kaki dan telunjuk kaki (excessive space between large and second toe), bentuk kuping yang abnormal (dysplastic ear) dan jari kelingking hanya memiliki satu sendi (dysplastic middle phalanx of the fifth finger). (Purnamasari, 2017).
Dalam melakukan kegiatan sehari – hari individu harus mampu memfungsikan seluruh otot karena tulang, tendon, dan ligament dapat bekerja karena adanya aktivitas otot yang melekat pada mereka. Otot-otot tersebut mempunyai kemampuan untuk memanjang dan berkontraksi secara normal .Hal ini membuat individu mampu menggerakkan anggota gerak, telentang, duduk, berdiri dan bahkan berlari (Suci, 2016).
Keterlambatan perkembangan pada anak dengan Down Syndrome (DS) disebabkan oleh low muscle tone, terutama pada kelompok otot yang dibutuhkan untuk memelihara posisi anti-gravitasi. Low muscle tone dan hypermobility yang muncul pada anak-anak DS mempengaruhi perkembangan proximal stability dan automatic postural response.
(Kurnianingsih, 2017).
Usia ibu saat hamil memengaruhi risiko melahirkan anak dengan SD. Semakin meningkat usia ibu saat kehamilan, semakin besar risiko melahirkan anak dengan SD. dijelaskan pada tabel dibawah.
Klasifikasi Down Syndrome
- Trisomi 21 klasik, sekitar 95% penyebab dari sindrom down adalah trisomi 21. Maksud dari trisomi 21 adalah kondisi seorang anak yang memiliki tiga salinan pada kromosom 21 di semua selnya. Kondisi ini terjadi karena adanya pembelahan sel abnormal selama masa perkembangan sel sperma atau sel telur. Pad trisomy 21, kehadiran sebuah gen tambahan menyebabkan eksprsi berlebih dari gen yang terlibat, sehingga meningkatkan produksi produk tertentu.
- Mosaicism (mosaic), kondisi dimana kombinasi sel beberapa mengandung 46 kromosom biasa dan beberapa mengandung 47 kromosom. Dalam mosaik sel, campuran ini terlihat berbeda dari jenis yang sama. Dalam mosaik jaringan, satu set sel seperti semua sel darah mungkin memiliki kromosom normal dan juga tipe yang lain, seperti semua sel-sel kulit, mungkin memiliki trisomi 21. Proses ini bekerja dengan kesalahan atau kegagalan pembelahan yang muncul setelah fertilisasi pada beberapa titik selama pembelahan sel.
- Translocation (translokasi), kondisi ketika jumlah total kromosom dalam sel tetap 46, namun salinan kromosom 21 penuh atau parsial tambahan melekat pada kromosom lainnya. Kromosom 21 ini dapat menempel dengan kromosom 13, 14, 15, dan 22. Translokasi Sindrom down ini dapat diturunkan dari orang tua kepada anak. Gejala yang ditimbulkan dari translokasi ini hampir sama dengan gejala yang ditimbulkan oleh trisomi 21.
Trisomi 21 (47, XX, +21) merupakan bentuk Sindrom Down yang paling umum, meliputi 95% dari semua kasus, yang disebabkan oleh kesalahan dalam pembelahan sel sehingga terdapat 3 buah kromosom 21 pada seluruh sel tubuh. Tipe ini sebenarnya tidak diwariskan walaupun peluang untuk mendapat anak lain dengan Sindrom Down meningkat menjadi 1 banding 100 pada populasi umum.
Mosaik (46, XX atau 47, XX+21) merupakan bentuk yang jarang di mana hanya terjadi sekitar 1-2% saja. Pada bentuk ini, terdapat sel yang mengandung kromosom ekstra dan ada yang tidak. Semakin sedikit sel yang terpengaruh, semakin kecil derajat gangguan yang ditimbulkan. Duplikasi ini akan menyebabkan bertambahnya gen pada kromosom 21.
Translokasi Robertsonian meliputi 3-4% dari seluruh kasus, di mana lengan panjang kromosom 21 menempel pada kromosom lain, biasanya kromosom 14 (45, XX), atau pada kromosom 21 sendiri dan disebut iso kromosom. Pada tipe ini salah satu dari orang tua akan membawa materi kromosom dengan urutan yang tidak lazim sehingga diperlukan konseling genetik (Irwanto, 2019).
Kelebihan satu salinan kromosom 21 di dalam genom dapat berupa kromosom bebas yaitu trisomi 21 murni, bagian dari fusi translokasi Robertsonian yaitu fusi kromosom 21 dengan kromosom akrosentrik lain, ataupun dalam jumlah yang sedikit sebagai bagian dari translokasi resiprokal yaitu timbal balik dengan kromosom lain.
Kromosom adalah struktur seperti benang yang terdiri atas DNA dan protein lain. Kromosom-kromosom ini ada pada setiap sel tubuh dan membawa informasi genetik yang diperlukan oleh sel untuk berkembang. Sel manusia normalnya memiliki 46 kromosom yang dapat disusun dalam 23 pasang. Dari 23 pasang, 22 pasang kromosom ini sama baik pria maupun wanita yang disebut dengan autosom. Pasangan kromosom ke-23 adalah kromosom kelamin (X dan Y).
Terdapat dua cara pembelahan sel pada manusia. Pertama adalah pembelahan sel biasa yang disebut mitosis, satu sel membelah menjadi dua sel yang memiliki jumlah dan tipe kromosom yang sama persis dengan kromosom sel induk. . Kedua adalah pembelahan sel yang terjadi dalam ovarium dan testis yang disebut sebagai meiosis. Pembelahan ini terdiri dari satu sel yang membelah menjadi dua, dengan jumlah kromosom setengah dari jumlah kromosom sel induk.
Terdapat banyak kesalahan yang dapat terjadi selama proses pembelahan sel. Pada meiosis, beberapa pasang kromosom membelah diri dan berpisah ke tempat yang berbeda, peristiwa ini disebut disjungsi. Namun, kadang-kadang salah satu pasang sel tidak membelah, dan seluruhnya pergi ke satu lokasi.
Kelainan jumlah dapat berupa hilang atau bertambahnya satu kromosom. Misalnya monosomi, trisomi, triploidi. Sedangkan kelainan struktur dapat terjadi dikarenakan delesi, duplikasi, translokasi, inversi, ring. Selain kelainan struktur dan jumlah, keadaan mosaik juga
merupakan salah satu jenis kelainan kromosom.
Mendeteksi kemungkinan down syndrome sejak dalam kandungan
Skrining mungkin tidak dapat memberikan hasil akurat mengenai down syndrome, tapi setidaknya bisa memberi gambaran khusus bila bayi memiliki risiko ini. Anda bisa melakukan tes skrining sedari trimester awal kehamilan, dengan cara:
- Tes darah, yang akan mengukur kadar protein plasma-A (PAPP-A) dan hormon kehamilan human chorionicgonadotropin/hCG). Jumlah abnormal dari kedua hormon ini dapat mengindikasikan adanya masalah pada bayi.
- Pemeriksaan USG, biasanya dilakukan setelah memasuki trimester kedua kehamilan yang akan membantu mengidentifikasi adanya kelainan pada perkembangan bayi.
- Uji nuchal translucency, cara ini umumnya dikombinasikan bersama USG yang akan memeriksa ketebalan leher belakang janin. Terlalu banyak jumlah cairan di bagian ini menandakan adanya kelainan pada bayi.
Anak yang mengalami gangguan pada pertumbuhan dan perkembangan disebabkan oleh factor internal dan eksternal. Faktor interna lterdiri dari perbedaan umur, jenis kelamin, kelainan genetik, dan kelainan kromosom. Sedangkan factor eksternal atau lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak yaitu gizi, stimulasi, psikologi, dan sosial ekonomi. Masalah yang sering timbul pada
pertumbuhan dan perkembangan anak meliputi gangguan pertumbuhan fisik, perkembangan motorik, bahasa, emosi, dan perilaku (Renawati R. S., 2017).
Referensi
- Alresna, F. (2009). Karakteristik Dismorfologi dan Analisis Kelainan Kromosom, 12-13.
- Alwi. (2013). Tentang Anak Down Syndrome. Jurnal Artikel Anak, 3.
- Hulten, M. A. (2008). On The Origin of Trisomy 21 Down Syndrome. Molecular Cytogenetics.
- Irwanto, W. H. (2019). A – Z sindrom Down. Jakarta: AUP.
- Kurnianingsih, E. (2017). Pengaruh Terapi Integrasi Sensori Terhadap Anak. Jurnal Keterapian Fisik, 15-21.
- Purnamasari, D. (2017). Retrieved from Lebih dekat dengan Down Syndrome. https://tirto.id/lebih-dekat-dengan-down-syndrome-clbN
- Renawati, R. S. (2017). Interaksi sosial. Interaksi Sosial Anak Down Syndrome, 255.
- Suci, P. (2016). Studi Kasus Anak Downsyndrome. Jurnal Care.
- Suryo. (2010). Genetika Manusia. Yogyakarta: Gajahmada University Press.
Ditulis oleh:
Adelya Azra (SMA Tunas Jakasampurna)